MAXY RIDZKA HERDIYANA
24211370
2EB24
Materi bab 1-4
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
PENGERTIAN
HUKUM DAN HUKUM EKONOMI
1.
Pengertian Hukum
Hukum atau ilmu hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas
melalui lembaga atau institusi hukum.
Berikut ini definisi Hukum menurut
para ahli :
- Menurut Tullius Cicerco
(Romawi) dala “ De Legibus”:
Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
- Hugo Grotius (Hugo de Grot)
dalam “ De Jure Belli Pacis” (Hukum Perang dan Damai), 1625:
Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar.
Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar.
- J.C.T. Simorangkir, SH
dan Woerjono Sastropranoto, SH mengatakan bahwa :
Hukum adalah peraturan-peraturan
yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.
- Thomas Hobbes dalam “ Leviathan”, 1651:
Hukum adalah perintah-perintah dari
orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya
kepada orang lain.
- Rudolf von Jhering dalam “ Der Zweck Im Recht” 1877-1882:
Hukum adalah keseluruhan peraturan
yang memaksa yang berlaku dalam suatu Negara.
- Plato
Hukum merupakan peraturan-peraturan
yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
- Aristoteles
Hukum hanya sebagai kumpulan
peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
- E. Utrecht
Hukum merupakan himpunan petunjuk
hidup – perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat
yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu
pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh
pemerintah/penguasa itu.
- R. Soeroso SH
Hukum adalah himpunan peraturan yang
dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan
bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat
memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
- Abdulkadir Muhammad, SH
Hukum adalah segala peraturan
tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap
pelanggarnya.
- Mochtar
Kusumaatmadja dalam “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional (1976:15):
Pengertian hukum yang memadai harus
tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas
yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup
lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam
kenyataan.
Jadi kesimpulan yang
didapatkan dari apa yang dikemukakan oleh ahli di atas dapat kiranya
disimpulkan bahwa ilmu hukum pada dasarnya adalah menghimpun dan
mensistematisasi bahan-bahan hukum dan memecahkan masalah-masalah.
Pengertian ekonomi dan hukum ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity).
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal)
b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).
Contoh hukum ekonomi :
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.
Demikianlah penjelasan tentang hukum
ekonomi secara keseluruhan semoga kita semua mengerti dan dapat
megimplementasikan ke dalam kehidupan nyata ..
2.Tujuan Hukum dan
Sumbr-sumber hukum
Hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakatdan hukum
itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari
masyarakat itu.
sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang apabila
dilanggar menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
Hukum ditinjau dari segi material dan formal
• Sumber-sumber hukum material
Dalam sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiolagi, filsafat, dsb
Contoh :
1. Seorang ahli ekonomi mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
2. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
• Sumber hukum formal
1. Undang – Undang (Statute)
Ialah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.
2. Kebiasaan (Costum)
Ialah suatu perbuatan manusia uang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama . Apabila suatu kebiasaan tersebut diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbul suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
3. Keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Dari ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah, bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan demikian, apabila Undang – undang ataupun kebiasaan tidak member peraturan yang dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat peraturan sendiri.
1. Traktat (Treaty)
2. Pendapat sarjana hukum (Doktrin)
Hukum ditinjau dari segi material dan formal
• Sumber-sumber hukum material
Dalam sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiolagi, filsafat, dsb
Contoh :
1. Seorang ahli ekonomi mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
2. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
• Sumber hukum formal
1. Undang – Undang (Statute)
Ialah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.
2. Kebiasaan (Costum)
Ialah suatu perbuatan manusia uang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama . Apabila suatu kebiasaan tersebut diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbul suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
3. Keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Dari ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah, bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan demikian, apabila Undang – undang ataupun kebiasaan tidak member peraturan yang dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat peraturan sendiri.
1. Traktat (Treaty)
2. Pendapat sarjana hukum (Doktrin)
3.Kodifikasi hukum
Adalah pembukuan jenis-jenis hukum
tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas :
o Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan pelbagai peraturan-peraturan, dan
o Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
o Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan pelbagai peraturan-peraturan, dan
o Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
o Kodifikasi terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.
“Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
o Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
4.Kaidah/Norma
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga
tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta
memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan
itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman
fisik (dipenjara, hukuman mati).
Pengertian Subyek dan Obyek Hukum
Pengertian subyek hukum adalah segala sesuatu
yang pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban dalam lalulintas hukum.
Yang termasuk subyek hukum adalah manusia, dan badan hukum, pengertian
sybyek hukum juga dapat diartikan sebagai setiap orang mempunyai hak dan
kewajiban, yang menimbulkan wewenang hukum. Pembagian
Subyek Hukum Manusia secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan
alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu:
1.
Pertama, manusia mempunyai hak-hak subyektif dan
2.
kedua, kewenangan hukum, dalam hal inikewenangan hukum berarti,
kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan
kewajiban.
namun tidaksemua manusia mempunyai kewenangan
dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, orangyang dapat melakukan
perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa (berumur 21 tahun atausudah
kawin), sedangkan orang orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum
adalah ; orangyang belum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, seorang
wanita yang bersuami (Pasal1330 KUH Perdata)
pengertian Objek hukum adalah segala
sesuatu yang berada didalam peraturan hukum dan dapat dimanfaatkan oleh subyek
hukum berdasarkan hak kewajiban yang dimilikinya atas obyek hukum tersebut.
Obyek hukum juga berguna bagi subjek hukum atau segala sesuatu yang menjadi
pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum atau segala sesuatu
yang dapat menjadi objek dari hak milik. Obyek hukum dibagi menjadi 2 yaitu :
1.
Benda bergerak:
-
Benda bergerak karena sifatnya Misalnya : kursi, meja, dan hewan –
hewan yang dapat berpindah sendiri
-
Benda bergerak karena ketentuan undang – undang Misalnya : hak memungut
hasil atas benda – benda bergerak, saham – saham perseroan terbatas
2.
Benda tidak bergerak
-
Benda bergerak karena sifatnya
Misalnya : tanah, tumbuh – tumbuhan, arca, patung.
-
Benda tidak bergerak karena tujuannya
Misalnya : mesin alat – alat yang dipakai dalam pabrik.
-
Benda tidak bergerak karena ketentuan undang – undang
Misalnya : hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Membedakan
benda bergerak dan benda tidak bergerak sangat penting karena berhubungan
dengan empat hak yaitu, pemilikan (bezit), penyerahan (levering), daluwarsa
(verjaring), dan pembebanan (bezwaring).
Hak kebendaan atau hak jamianan adalah hak yang
melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan
eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan, apabila debitor melakukan
perjanjian kepada kreditor. Oleh karena itu hak jaminan tidak dapat berdiri
sendiri, karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan dari pada
perjanjian pokoknya yaitu perjanjian utang-piutang, macam-macam jaminan ada
dua, yaitu :
1.
Jaminan umum
Pasal 1131 KUHP Perdata yang menyatakan bahwa
segala kebendaan debitor, baik yang ada maupun yang akan ada, baik bergerak
maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan pelunasan hutang yang dibuatnya.
Pasal 1132 KUHP Perdata menyebutkan, harta
kekayaan debitor menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang
memberikan utang kepadanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi
menurut keseimbangan yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing kecuali
apabila di antara para berpiutang itu ada alasan sah untuk didahulukan.
Benda yang dapat dijadikan jaminan umum apabila telah
memenuhi syarat yaitu :
a.
Benda tersebut bersifat ekonomis
b.
Benda terebut dapat dipindahtangankan haknya kepada pihak lain.
2. Jaminan Khusus
Merupakan jaminan yang diberikan hak khusus kepada jaminan; misalnya
gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
a. Gadai
Diatur dalam
Pasal 1150-1160 KUHP Perdata, berdasarkan Pasal 1150 Perdata, gadai adalah hak
yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya
oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, yang
memberikan kewenangan kedapa kreditor untuk dapat pelunasan dari barang
tersebut terlebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya, kecuali biaya-biaya
untuk melelang barang tersebut, dan biaya-biaya mana yang harus didahulukan.
Sifat-sifat
dari Gadai
a) Gadai adlah untuk benda
bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
b) Gadai bersifat accesoir,
artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok, yang dimaksudkan untuk
menjaga jangan sampai debitor itu lalai membayar hutangnya kembali.
c) Adanya sifat kebendaan.
d) Hak untuk menjuak atas
kekuasaan sendiri.
b. Hipotik
Diatur dalam
Pasal 1162-1232 KUHP Perdata. Hipotik berdasarkan Pasal 1162 KUHP PErdata
adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil
penggantian daripadanya bagi perluasaan suatu perutangan. Sifat-sifat Hipotik
a) Bersifat accesoir, seperti
halnya dengan gadai
b) Lebih didahulukan pemenuhannya
dari piutang lain
c) Objeknya benda-benda tetap
c. Fidusia
Fidusia
lazim dikenal dengan nama FEO (Fiduciare Eigendoms Overdracht), yang dasarya
merupakan suatu perjanjian accosor antara debitor dan kreditor yang isinya
penyerahan hak milik secara kepercayaan atas dasar bergerak milik debitor
sebagai peminjam pakai, sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah hak
miliknya, penyerahan demikian dinamakan penyerahan secara constitutum
possesorim artinya hak millik/bezit dari barang dimana barang tersebut teap
pada orang yang mengalihkan.
HUKUM
PERDATA
DEFINISI
:
Hukum
antara perorangan, hukum yang mengatur hak dan kewajiban dari perseorangan yang
satu terhadap yang lainnya didalam pergaulan masyarakat dan didalam hubungan
keluarga (Scholten)
SEJARAH
:
1.
Hukum Perdata Eropa (Ps 131 (2b) Indische
Staatregeling) berlaku untuk golongan :
1.
Eropa tanpa kecuali
2.
Golongan Timur Asing Cina dengan beberapa
pengecualian berdasarkan S 1917 – 129
3.
Golongan Timur Asing bukan Cina dengan
beberapa pengecualian berdasarkan S 1924 – 556.
Berlakunya Hukum Perdata dan Hukum Dagang
Eropa untuk orang dari golongan Eropa berdasarkan asas Konkordansi (Ps 131 (2a)
Indische Staatregeling)
Asas Konkordansi berarti asas mengikuti,
yaitu bahwa orang dari golongan Eropa mengikuti hukum yang sama dengan hukum
yang termasuk dalam undang-undang yang berlaku bagi mereka di Belanda.
2.
Hukum diluar KUHS
a.
UU Octrooi, yaitu UU yang melindungi hak cipta
dalam bidang industri dan perdagangan.
b.
UU Auteur, yaitu UU yang melindungi hak cipta
dalam bidang kesenian dan kesusastraan.
Hukum
tertulis dapat memberikan kemudahan dalam pekerjaan hakim dan penegak hukum
lainnya, juga dapat memberikan rasa aman kepaa para pemegang hak kebendaan.
Hak
kebendaan disebut hak mutlak atau hak absolut. Hak kebendaan adalah hak untuk
menguasai secara langsung suatu kebendaan dan kekuasaan tersebut dapat
dipertahankan terhadap setiap orang yang berarti bahwa setiap orang harus
mengakui dan mengindahkan hak orang lain tersebut.
Kepastian
Hukum mempunyai 2 arti :
1.
Orang dapat mengetahui peraturan hukum yang
mengatur suatu peristiwa hukum tertentu, sehingga orang dapat mengetahui
kedudukannya dalam hukum.
2.
Para pihak yang bersengketa dapat mengetahui
apa yang menjadi hak dan kewajibannya, jadi untuk keamanan hukum dan mencegah
timbulnya tindakan sewenang-wenang dari pihak manapun.
SISTEMATIKA
HUKUM PERDATA DI INDONESIA
HUKUM PERDATA INDONESIA
Hukum Perdata di Indonesia adalah salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.
Hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana)
Hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Terjadinya hubungan hukum antara pihak-pihak menunjukkan adanya subyek sebagai pelaku dan benda yang dipermasalahkan oleh para pihak sebagai obyek hukum.
Hukum Perdata di Indonesia adalah salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.
Hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana)
Hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Terjadinya hubungan hukum antara pihak-pihak menunjukkan adanya subyek sebagai pelaku dan benda yang dipermasalahkan oleh para pihak sebagai obyek hukum.
Sistematika Hukum Perdata menurut ilmu pengetahuan dibagi dalam 4 bagian yaitu:
1. Hukum Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang seseorang manusia
sebagai pendukung hak
dan
kewajiban (subyek hukum),tentang umur,kecakapan untuk melakukan perbuatan
hukum,tempat
tinggal(domisili)dan sebagainya.
2. Hukum Keluarga
(familierecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul
karena hubungan
keluarga
/ kekeluargaan seperti perkawinan, perceraian, hubungan orang tua dan anak,
perwalian,
curatele, dan sebagainya.
3. Hukum Harta
Kekayaan (vermogenrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur
hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta
kekayaan seperti perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.
4. Hukum Waris(erfrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta
kekayaan seseorang yang
telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda
dari orang yang
meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.
PERKEMBANGAN
PEMBAGIAN HUKUM PERDATA
Pada mulanya zaman Romawi secara
garis besar terdapat 2 kelompok pembagian hukum,yaitu:
- Hukum Publik Adalah hukum yang menitikberatkan kepada perlindungan hukum,yang diaturnya adalah hubungan antara negara dan masyarakat.
- Hukum Privat Adalah kumpulan hukum yang menitikberatkan pada kepentingan individu. Hukum Privat ini biasa disebut Hukum Perdata atau Hukum Sipil.
Pada perkembangannya Hukum
Perdata/Privat ada 2 pengertian:
1) Hukum Perdata
dalam arti luas yaitu:
Hukum
Perdata yang termuat dalam KUHS/Burgerlijk Wetboek/BW ditambah dengan hukum
yang
termuat
dalam KUHD/WvK(Wetboek van Koophandel)
2) Hukum Perdata dalam arti
sempit,yaitu Hukum Perdata yang termuat dalam KUHS itu sendiri.
Hukum Perdata di
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok:
1. Hukum Perdata
Adat:
Berlaku untuk sekelompok adat
2. Hukum Perdata
Barat:
Berlaku untuk sekelompok orang Eropa dan Timur Asing
3. Hukum Perdata
Nasional:
Berlaku untuk setiap orang,masyarakat yang ada di Indonesia
Berdasarkan realita yang ada,masih
secara formal ketentuan Hukum Perdata Adat masih berlaku(misalnya Hukum
Waris) disamping Hukum Perdata Barat.
Unifikasi Hukum Perdata:Penseragaman
hukum atau penyatuan suatu hukum untuk diberlakukan bagi seluruh bangsa di
seluruh wilayah negara Indonesia.
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
pengertian perikatan menurut Hofmann adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau pada debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan system terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,
inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
.Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
Azas-azas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
· Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
· Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum
Wanprestasi dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
Pembaharuan utang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
Ada tiga macam novasi yaitu :
1) Novasi obyektif, dimana perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain.
2) Novasi subyektif pasif, dimana debiturnya diganti oleh debitur lain.
Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata). Misalnya A berhutang sebesar Rp. 1.000.000,- dari B dan sebaliknya B berhutang Rp. 600.000,- kepada A. Kedua utang tersebut dikompensasikan untuk Rp. 600.000,- Sehingga A masih mempunyai utang Rp. 400.000,- kepada B.Untuk terjadinya kompensasi undang-undang menentukan oleh Pasal 1427KUH Perdata, yaitu utang tersebut :
– Kedua-duanya berpokok sejumlah uang atau.
- Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan barang yang dapat dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.
- Kedua-keduanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.
Pembebasan utang
Undang-undang tidak memberikan definisi tentang pembebasan utang. Secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
Menurut pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat piutang asli secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.
Dengan pembebasan utang maka perikatan menjadi hapus. Jika pembebasan utang dilakukan oleh seorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan, atau karena ada paksaan, kekeliruan atau penipuan, maka dapat dituntut pembatalan. Pasal 1442 menentukan : (1) pembebasan utang yang diberikan kepada debitur utama, membebaskan para penanggung utang, (2) pembebasan utang yang diberikan kepada penanggung utang, tidak membebaskan debitur utama, (3) pembebasan yang diberikan kepada salah seorang penanggung utang, tidak membebaskan penanggung lainnya.
Musnahnya barang yang terutang
Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut Pasal 1444 KUH Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok pangkal pada Pasal 1237 KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilakukan adalah atas tenggungan kreditur. Kalau kreditur lalai akan menyerahkannya maka semenjak kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur.
Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan.
Disebut batal demi hukum karena kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang. Misalnya persetujuan dengan causa tidak halal atau persetujuan jual beli atau hibah antara suami istri adalh batal demi hukum. Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi. Contoh : A menghadiahkan rumah kepada B dengan akta dibawah tangan, maka B tidak menjadi pemilik, karena perbuatan hukum tersebut adalah batal demi hukum. Dapat dibatalkan, baru mempunyai akibat setelah ada putusan hakim yang membatalkan perbuatan tersebut. Sebelu ada putusan, perbuatan hukum yang bersangkutan tetap berlaku. Contoh : A seorang tidak cakap untuk membuat perikatan telah menjual dan menyerahkan rumahnya kepada B dan kerenanya B menjadi pemilik. Akan tetapi kedudukan B belumlah pasti karena wali dari A atau A sendiri setelah cukup umur dapat mengajukan kepada hakim agar jual beli dan penyerahannya dibatalkan. Undang-undang menentukan bahwa perbuata hukum adalah batal demi hukum jika terjadi pelanggaran terhadap syarat yang menyangkut bentuk perbuatan hukum, ketertiban umum atau kesusilaan. Jadi pada umumnya adalah untuk melindungi ketertiban masyarakat. Sedangkan perbuatan hukum dapat dibatalkan, jika undang-undang ingin melindungi seseorang terhadap dirinya sendiri.
Syarat yang membatalkan
Yang dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut ”syarat batal”. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu dilahirkan. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan. Lain halnya dengan syarat batal yang dimaksudkan sebagai ketentuan isi perikatan, di sini justru dipenuhinya syarat batal itu, perjanjian menjadi batal dalam arti berakhir atau berhenti atau hapus. Tetapi akibatnya tidak sama dengan syarat batal yang bersifat obyektif. Dipenuhinya syarat batal, perikatan menjadi batal, dan pemulihan tidak berlaku surut, melainkan hanya terbatas pada sejak dipenuhinya syarat itu.
Kedaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau waktu tertentu seperti yang ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan hapus.
Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam
lampau waktu, yaitu :
(1). Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang, disebut
”acquisitive prescription”;
(2). Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan
dari
tuntutan, disebut ”extinctive prescription”; Istilah ”lampau waktu” adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa belanda ”verjaring”. Ada juga terjemaha lain yaitu ”daluwarsa”. Kedua istilah terjemahan tersebut dapat dipakai, hanya saja istilah daluwarsa lebih singkat dan praktis.
http://renytriutami.blogspot.com/2011/02/tujuan-hukum-dan-sumber-sumber-hukum.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_hukum
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_sosial
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_hukum
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_sosial
http://newcyber18.blogspot.com/2012/05/subyek-dan-obyek-hukum.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar